Rahmad Maulizar, Memberikan Seyuman Bahagia Kepada Anak Bibir Sumbing

Rahmad Maulizar : Kegiatan Sosial berkeliling ke pelosok Aceh guna mensosialisasikan operasi bibir sumbing gratis,  dan membawa perubahan dan berkontribusi nyata di bidang kesehatan. 

 

Rahmad Maulizar Lahir di Meulaboh 20 september 1993, Rahmad pernah mengalami kondisi bibir sumbing yang dibawa sejak lahir. Rahmad bercerita bahwa ketika ia masih didalam kandungan, ibu-nya jatuh di kamar mandi, sehingga ia mengalami bibir sumbing ketika lahir. Rahmad sering menjadi bahan ejekan teman-teman bermain di sekitar rumah dan sekolah. kejadian itu membuat Rahmad lebih sering berada di dalam rumah karena minder..


Pada saat ia menginjak bangku Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) tepatnya tahun 2008, Rahmad memberanikan diri mendaftar sebagai pasien operasi bibir sumbing di Rumah Sakit (RS) Malahayati Banda Aceh. Ketika Rahmad masih kecil ayahnya tak mampu  Kegiatan sosial yang diprakarsai oleh Yayasan International Smile Train yang berpusat di New York itu, memberikan perubahan bagi dirinya. Karena ayahnya, tak mampu memulihkan kondisi bibir Rahmat

 

Rahmad menceritakan "Dulu saya harus menjalani 7 kali operasi sepanjang Tahun 2009 sampai 2011 yang dilakukan oleh Dr. Muhammad Jailani Specialis Bedah Plastik Rekontruksi untuk memperoleh bantuan operasi secara gratis", sosok dokter yang begitu peduli terhadap penderita bibir sumbing. Dan dokter itu pula yang membuat dirinya ikut bergabung membantu sang dokter mencari penderita bibir sumbing untuk dioperasi gratis.

 

Tahun 2011 Rahmad mendapat penghargaan dari yayasan yang sama karena dipilh sebagai pasien terbaik dan terbagus hasil operasi bibir sumbing se-Indonesia, sejak saat itu ia ditunjuk sebagai Duta Bibir Sumbing Aceh.


Sejak umur saya 19 Tahun, saya sudah aktif di Pembimbing Aceh, ada perasaan bahagia dapat berbagi dan melihat mereka dapat tersenyum, tersenyum dengan mengembang seperti orang normal lainnya.” ucapnya

 

Kegiatan Sosial Rahmad Sebagai Duta Bibir Sumbing Aceh


Rahmad Maulizar bertugas mencari, mendata, mensosialisasikan, serta mengajak anak atau orang dewasa di wilayah Aceh yang memiliki bibir sumbing dan ingin di operasi gratis. Rahmad turun ke desa-desa hingga pedalaman Provinsi Aceh untuk mencari sebanyak mungkin penderita bibir sumbing dan langit-langit mulut. Mulai dari Puskesmas, pasar, kedai, sampai warung-warung disambanginya, baik menggunakan mobil operasional Smile Train Indonesia hingga motor trail. Bahkan untuk menjalankan aktivitas sosialnya tersebut, tak jarang Rahmad harus mengeluarkan uang pribadi jika turun ke kampung-kampung. Namun, hal tersebut justru memberinya kepuasan tersendiri jika ada anak-anak penderita bibir sumbing yang ditemuinya berhasil diajak untuk mau dioperasi.


Koordinator Yayasan Simle Train Wilayah Aceh, Rahmad Maulizar mengatakan jumlah penderita bibir sumbing di Aceh tinggi. Hampir setiap tahunnya angka penderita bibir sumbir mencapai 500 orang. "Penderita bibir memang tinggi, itu hasil rekap yang kami lakukan setiap tahunnya," kata Rahmat kepada AJNN,

 

Nomor telepon Rahmad selalu dia aktifkan selama 24 jam sehari seperti layanan darurat. “Ketika ada telepon masuk, saya sebisa mungkin akan langsung merespons dan secepatnya akan mendatangi mereka yang membutuhkan penanganan bibir sumbing,” kata dia saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (28/12/2021).

Rahmad ketika berkeliling mendatangi anak -anak penderita bibir sumbing

 

Rahmad juga bertekat akan terus mencari anak-anak penderita bibir sumbing lainnya agar dapat dioperasi secara gratis dengan biaya ditanggung Yayasan Smile Train Indonesia. Sebelum pandemi, sedikitnya ada 8-10 orang yang bisa mengikuti operasi bibir sumbing gratis di Rumah Sakit Umum (RSU) Malahayati, Banda Aceh, setiap pekan. Sementara, selama pandemi ini, kuota pasien yang dapat menjalani operasi dibatasi jadi 5-6 orang per pekan.

 

Namun, selama pandemi Covid-19, Rahmad memang harus meminta maaf kepada warga karena ada kemungkinan tak bisa menjadwalkan pelaksanaan operasi bibir sumbing lebih cepat dibandingkan sebelumnya.“Sebenarnya masih ada banyak keluarga yang membutuhkan pertolongan. Tapi semuanya perlu disesuaikan karena pandemi,” Ucap Rahmad.


Pernah mengalami penolakan ditengah masyarakat

 

Selama menjadi pekerja sosial, pekerjaan ini tidaklah semudah yang kita lihat. Khususnya Rahmad harus mencari pasien bibir sumbing di tengah-tengah masyarakat. Ini dikarenakan Rahmad pernah mengalami hal tidak menyenangkan.

Ketika Rahmad sedang melakukan sosialisasi dipedalaman Aceh pada dua tahun yang lalu sekitar tahun 2013, Rahmad pernah ditolak oleh salah satu keluarga yang anaknya mengalami bibir sumbing. Penolakannya sewaktu itu, saya disiram pakai air, pengalaman di lapangan Itu ketika saya baru pertama kali terjun di lapangan,” ungkap Rahmad.

Akan tetapi sebagai baktinya Rahmad terhadap masyarakat tidak membuat Rahmad mengurungkan niat untuk bergabung menjadi relawan pekerja sosial. Sebagian besar warga masih merasa bahwa menderita bibir sumbing pada salah satu anggota keluarganya merupakan aib bagi keluarga, sehingga harus disembunyikan sebagian masyarakat. 

Penyirman itu ternyata dilatarbelakangi oleh kekecewaan keluarga pasien terhadap pekerja sosial yang datang jauh sebelum Rahmad berkunjung ke keluarga itu. Sebelumnya usut punya usut, dulu keluarga pasien kala itu pernah dijanjikan oleh oknum pekerja sosial sebelumnya untuk mendapatkan bantuan terhadap keluarga yang mengalami bibir sumbing.

“Belum lagi saya ngomong, sudah disiram. Dipikir mereka, saya orang yang sama yang sebelumnya datang ke rumah tersebut.” ujarnya sambil ketawa mengingat kejadian itu.