• KBA Duta Mekar Asri , Cileungsi Bogor
    Kampung Ramah Lingkungan (KRL) BERANI Asri Semangat Melakukan Perubahan
    Kampung Ramah Lingkungan (KRL) BERANI Asri Semangat Melakukan Perubahan

Bersama I Gede Andika: Sambut Senyuman dan Harapan Anak-Anak Desa Pamuteran dengan KREDIBALI

 

Suatu daerah akan lebih berkembang jika adanya sikap keperdulian kita terhadap masyarakat sekitar. Dengan kita peduli maka bisa berdampak besar bagi pembangunan desa dan kemanusian. Kita percaya masih banyak generasi muda di penjuru Indonesia yang patut kita banggakan, untuk bangkit bersama dengan Indonesia.

 

Seperti yang telah dilakukan oleh I Gede Andika di Desa Pemuteran, Buleleng, Bali, yang sudah memberikan banyak perubahan dan kemajuan yang luar biasa di desa kelahirannya. Ia pun merupakan salah satu contoh dari beberapa pemuda yang bisa menjadi inspiratif kita semua.

 

Berkat perjuangan dan pengorbanannya, anak-anak di Desa Pamuteran, Buleleng, Bali, kini bisa menyambut kembali seyuman dan harapan dengan program KREDIBALI (Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan).


Sosok I Gede Andika

Desa Pamuteran, Buleleng, Bali, merupakan tempat kelahiran I Gede Andika. I Gede Andika yang lebih senang disapa Andika. Ia juga menjadi salah satu penggerak Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan (KREDIBALI) dari Desa Pamuteran, Bali,  di masa Covid-19. Bukan hanya itu saja, Andika juga mendapatkan penghargaan bergengsi sebagai salah satu pemenang SATU Indonesia Award 2021 dalam kategori Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemik Covid-19.

 

Andika menceritakan kisahnya kepada kami. Pada tahun 2019, Andika adalah seorang fresh graduate. Kemudian di awal tahun 2020, Andika baru pertama kali bekerja di salah satu kementrian Indonesia di bagian diplomasi kerjasama luar negeri.

 

Sosok I Gede Andika penggerak Program KREDIBALI di Desa Pamuteran, Buleleng, Bali. Dalam Roadshow Bali 19 November 2022. Sumber Fhoto I Gede Andika.

 

Namun sayangnya karena pandemik Covid-19 melanda Indonesia, ia yang baru saja merasakan pengalaman kerja di kantor, mau tidak mau Andika harus bekerja di rumah saja (WFH) dan Andika tidak lagi bekerja di kantor selama pandemik. Maka pria berusia 23 tahun ini akhirnya memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Desa Pemuteran, Buleleng, Bali. 

 

Permasalahan Terjadi di Desa Pamuteran

Setibanya di kampung halaman, Andika menemukan sebuah fenomena yang janggal, rasanya seperti bukan Desa Pemuteran yang ia tahu. Padahal Desa pamuteran termasuk salah satu desa terpencil dan masyarakat Bali menyebut desa ini sebagai “Negara Gunung” karena di sebelah selatan laut, di sebelah utara dan di tengah-tengahnya ada desa yang menawan.

 

Desa Pamuteran sendiri bergerak di sektor pariwisata dan sektor ekonomi kreatif. Pada Bulan mei tahun 2020, saat itu Andika melihat situasi yang berbeda di Desa Pamuteran paska pandemik covid-19. “Pamuteran sepi, sektor pariwisata lumpuh total, masyarakat kembali menjadi petani dan nelayan sebelumnya”. Ujar Andika.

 

Karena masalah yang terjadi di Desa Pamuteran, maka hal ini menjadi pertanyaan buat Andika ”kenapa dengan Pamuteran? Sebelumnya banyak wisatawan asing berkunjung ke pamuteran untuk menikmati alam yang berada di desa ini, Padahal di kota Denpasar Bali masih banyak wisatawan asing yang datang berkunjung”. Tambahnya.

 

Maka dari masalah yang terjadi di Desa Pamuteran, Andika dengan sigap melakukan Baseline Study (study dasar) untuk mengetahui suatu kondisi yang sebenarnya terjadi di desanya.


Tujuan Baseline Study (Studi Dasar) adalah untuk memberikan dasar informasi yang digunakan dalam merencanakan, memantau, menilai kemajuan dan efektivitas kegiatan selama pelaksanaan dan setelah kegiatan berlangsung.


Dan bukan hanya itu saja, Andika pun tergerak untuk menelisik lebih dalam, dan ia juga menemukan sebuah fakta dari hasil penelitiannya. Hal ini ia lakukan supaya bisa menyelesaikan masalah yang terjadi di Pamuteran.

 

Andika menjelaskan lebih detail apa yang sebenarnya terjadi “Pada saat itu banyak anak-anak tidak bisa sekolah online, dimana di masa pandemik berbagai permasalahan ekonomi merupakan salah satunya device, jaringan dan pola pikir orang tua yang masih menganggap bahwa pendidikan bukanlah menjadi the manage untuk housefull. Hal ini dikarenakan adanya perubahan sekolah secara online yang dilaksanakan di rumah”. Ternyata kebanyakan mereka tidak bisa sekolah karena kegiatan belajar mengajar saat itu harus dilakukan secara daring. 

 

”Selama Pandemik, ya sudahlah anak-anak mulai membantu orang tua ke sawah, mengarit cari rumput untuk makan sapi dan dalam line paling dalam yaitu banyak anak-anak memutuskan untuk berhenti sekolah, inilah titik masalahnya”. Tambahnya.

 

Dari Masalah ini, sebagian besar masyarakat di Desa Pemuteran yang berpenghasilan menengah ke bawah, banyak yang masih belum memiliki smartphone sehingga anak-anak masih banyak tidak bisa mengikuti kegiatan sekolah secara daring. 


Cikal Bakal Rumah Belajar KREDIBALI.


Setelah Andika melakukan penelitian dari permasalahan yang terjadi di Desa Pamuteran. Dengen tekad yang kuat untuk segera memulihkan keadaan yang terjadi di desa tempat tinggalnya.

 

Akan tetapi, pada saat bersamaan ketika Andika yang awalnya bekerja dari rumah (WFH) karena pandemik dan ia pun sambil menunggu pendaftaran kuliah untuk bisa melanjutkan studi Magisternya. Akhirnya kabar gembira itu pun datang.

 

Andika keterima di salah satu universitas di inggris, dan pada hari itu Andika siap berpamitan dengan keluarganya. Akan tetapi dengan permasalahan yang terjadi di Desa Pamuteran, membuat Andika menjadi bimbang. Akhirnya di tahun 2020 Andika menurunkan ego nya untuk tidak mengambil beasiswa ke inggris.

 

Akhirnya Andika sendiri memutuskan membangun rumah belajar untuk anak-anak yang kurang mampu. Sehingga anak-anak di Desa Pamuteran, Bulelang, Bali mendapatkan kembali semangat belajarnya. Andika khawatir jika hal ini dibiarkan, maka angka putus sekolah akan semakin meningkat.

 

Kekhawatiran Andika tidak lah hanya omong kosong belaka, akan tetapi ia bicara disertai bukti berupa data yang ia dapatkan. Hal ini ia lihat dari data Kemendikbud pada 2015/2016, Kabupaten Buleleng menjadi kabupaten dengan angka putus sekolah paling tinggi di Provinsi Bali.

 

Dedikasi I Gede Andika dalam mengajar bahasa inggris untuk anak Bali.

“Pendidikan adalah suatu hal harus diperjuangkan oleh masyarakat karena salah satu cara untuk bangkit dari keterpurukan, masalah ini banyak dikenal sebagai kemiskinan antar generasi”. Ucapnya.

 

Sehingga Andika menurunkan egonya untuk membatalkan kuliah, dari sini lah cikal bakal rumah belajar KREDIBALI.

 

Program KREDIBALI dan Interpretasi KREDIBALI yang akan dijalankan saat rumah belajar berjalan.

 

Program KREDIBALI 

Rumah belajar KREDIBALI pertama di bangun di Desa Pamuteran, Bali, dan direncanakan pada bulan mei 2020 di masa Covid-19. Program KREDIBALI sendiri meliputi Kreasi Edukasi, Bahasa dan Literasi Lingkungan.  program ini untuk kursus bahasa inggris bagi anak-anak SD sampai SMP.  Misi KREDIBALI Sendiri yaitu Misi Pendidikan, Misi Lingkungan dan Misi Kemanusiaan.

 

Pada saat itu kondisi pendidikan di Bali masih terjadi ketimpangan akses maupun media belajar. Andika mengungkapkan "Masalah yang ditemui yaitu bahwa sekolah-sekolah di desa terpencil, masih banyak yang tidak memiliki media dan fasilitas belajar untuk mendukung sarana perkembangan belajar anak-anak seperti perpustakaan, ruang kelasnya, kualitas mejanya di situ lah yang terjadi".

 

Maka dari itu ia terlebih dahulu melakukan riset. Tidak semua usaha yang dikerjakan berjalan mulus untuk membangun rumah belajar KREDIBALI. Dari masalah ini Andika mengambil perannya, sesuai batas kemampuannya. Andika paham betul kendala yang ia hadapi seperti program yang akan direncanakan tidak akan disetujui karena pada saat itu Covid-19 melanda Indonesia, Akan tetapi Andika sendiri sudah bisa memprediksi masalah itu.

 

"Untuk membuka kelas luring di masa covid-19 adalah sebuah tantangan yang luar biasa. Dimana di dalam masa pandemik ini tidaklah mudah karena harus benar-benar tertib. Tertib yang dimaksud adalah menerapkan protokol kesehatan dengan ketat". Ujar Andika.

 

Dari situ Andika meyakinkan aparatur desa. Bahwa ia akan benar-benar mengikuti imbauan dari pemerintah. Perangkat desa pun akhirnya memberi izin. "Mendapat izin dari desa sudah, lalu orang tua dari anak-anak ini mulai bingung untuk biaya". Tambahnya.

 

Bahwasanya mereka paham untuk belajar bahasa bukanlah kelas yang murah. Orang tua khawatir tidak bisa membayar, Untuk itu Andika memberikan solusi melalui Interpretasi KREDIBALI.

 

Interpretasi KREDIBALI


Dalam percakapan bersama Andika, ia menjelaskan Interpretasi KREDIBALI sendiri ada 3(tiga) yaitu yang pertama anak-anak di didik dengan belajar Bahasa inggris dimana hal ini bertujuan untuk menunjang pembangunan Desa Pamuteran sebagai pariwisata.


Yang ke dua anak-anak dalam mengikuti les bersama Andika, harus membayar lesnya dengan memilah sampah plastik rumah tangga. Dimana sampah tersebut harus dibersihkan terlebih dahulu, hal ini bertujuan supaya anak-anak terbiasa. Dengan begitu pola hidup di keluarga pun ikut berubah terhadap masalah sampah.

 

Potret anak-anak Desa Pamuteran membawa sampah untuk bisa mengikuti Les

 

Dalam pandangan ini, mengajarkan anak-anak tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan meminta mereka untuk mengumpulkan sampah plastik sebelum mengikuti kelas bahasa. Mau tidak mau Jika tidak ada sampah maka anak-anak tidak bisa ikut les. Karena pada zaman pandemik sebagian masyarakat kesulitan masalah keuangan. Hal ini pun sudah direncanakan oleh Andika untuk masa depan anak di Desa Pamuteran.

 

Yang ke tiga humanity. Sampah yang sudah dikumpulkan dari anak-anak yang mengikuti les, maka sampah plastik itu nantinya akan ditabung dan ditukarkan dengan beras. Acara pembagian beras biasanya dilakukan setelah tes kemajuan kompetensi tiap semester. Dimana program ini bekerja sama dengan Plastik Exchange di Bali.

 

Anak-anak membawa sampah yang nantinya akan ditimbang per kilogram dan ditabung. Hasil tabungan itu nantinya digunakan untuk membeli beras dan kebutuhan pokok lain. Semua itu pada akhirnya akan dibagikan kepada warga yang kurang mampu, terutama lansia.

 

“Sampah-sampah dari para siswa tersebut akan ditimbang dalam satuan kilogram, 1 kg sampah bisa ditukarkan nanti dengan 2 kg beras. Beras tersebut nantinya akan didistribusikan kepada keluarga yang kurang mampu di Desa Pemuteran, terutama kaum lansia”. Ujarnya.

 

Andika memberikan kabar terbaru dan menggembirakan kepada kami bahwa “Pada tahun 2020 kita masih di Desa Pamuteran, dan di tahun 2022 kita sudah lounching di Gianyar Desa Tugu Khayangan Bali membangun rumah belajar yang ke dua di sana, Karena pandemik sudah mulai membaik menurut report pemerintah Indonesia". 

 

Andika menambahkan "Sekarang kita bisa memfasilitasi rumah belajar KREDIBALI dan sekarang sudah ada 187 siswa pratama. Kalau di Pamuteran harus dibatasi 1 kelas ada 25 orang, karena dulu masih pandemik jadi kita harus menjalankan sesuai protokol yang diterapkan dulu".


Sekarang di Desa Tugu sudah bergerak dan bekerja sama dengan relawan pemuda di sana dan bekerja sama dengan pihak desa juga. Suatu hari nanti jika tim Jejak Literasi Bali sudah berjalan maka akan dilanjutkan oleh generasi muda yang ada di sana, begitu pula nantinya dengan Desa Pemutaran di sana.

 

inilah Kisah dari pemuda Bali yang sangat inspiratif,  untuk bisa memajukan dan mengembalikan keadaan di desa kelahirannya di masa Covid-19. Semoga dari kisah I Gede Andika kita bisa belajar dan bisa sebagai inspirasi kita untuk Bangkit Bersama Indonesia.

#BangkitBersamaUntukIndonesia
#KitaSATUIndonesia

 

Referensi 

https://www.idntimes.com/

Info Terkini